BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I.
Latar belakang
Apotek adalah suatu tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Salah satu realisasi
pembangunan dibidang farmasi oleh pemerintah dan swasta adalah dengan
menyediakan sarana pelayanan kesehatan salah satunya adalah apotek.
Jadi apotek adalah suatu jenis
bisnis eceran (retail) yang komoditasnya (barang yang diperdagangkan) terdiri
dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan (alat
kesehatan). Sebagai perantara, apotek dapat mendistribusikan perbekalan farmasi
dan perbekalan kesehatan dari supplier kepada konsumen, memiliki beberapa
fungsi kegiatan yaitu : pembelian, gudang, pelayanan dan penjualan, keuangan,
dan pembukuan, sehingga agar dapat di kelola dengan baik, maka seorang Apoteker
Pengelola Apotek (APA) disamping ilmu kefarmasian yang telah dikuasai, juga
diperlukan ilmu lainnya seperti ilmu Pemasaran (marketing) dan ilmu akuntansi
(accounting).
Apotek bukanlah suatu badan usaha
yang semata-mata hanya mengejar keuntungan saja tetapi apotek mempunyai fungsi
sosial yang menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang
bermutu baik dan terjamin keabsahannya.
Dalam upaya usaha untuk memajukan
kesejahteraan umum yang berarti mewujudkan suatu tingkat kehidupan secara
optimal, yang memenuhi kebutuhan manusia termasuk kesehatan, maka dibuatlah
proposal pendirian Apotek di Kartasura-Sukoharjo yang diharapkan dapat
menyebarkan obat secara merata sehingga akan memudahkan masyarakat untuk
mendapatkan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau.
Dengan demikian, seorang (APA) dalam
menjalankan profesi apotekernya di apotek tidak hanya pandai sebagai penanggung
jawab teknis kefarmasian saja, melainkan juga dapat mengelola apotek sesuai
dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada
pihak-pihak yang memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan
fungsi sosoialnya di masyarakat.
Dalam memulai usaha dalam bidang apapun, maka yang pertama kali harus diketahui adalah peluang pasar dan bagaimanan menggaet order.Bagaimana peluang pasar yang hendak kita masuki dalam bisnis kita dan bagaimana cara memperoleh order tersebut. Yang kedua adalah kita harus mampu menganalisa keunggulan dan kelemahan pesaing kita dan sejauh mana kemampuan kita untuk bersaing dengan mereka baik dari sisi harga, pelayanan maupun kualitas. Yang ketiga adalah persiapkan mental dan keberanian memulai. Singkirkan hambatan psikologis rasa malu, takut gagal dan perang batin antara berkeinginan dan keraguan. Jangan lupa harus siap menghadapi resiko, dimana resiko bisnis adalah untung atau rugi. Semakin besar untungnya maka resikonya pun semakin besar. Yang terpenting adalah berani mencoba dan memulai.Lebih baik mencoba tetapi gagal daripada gagal mencoba.
Dalam memulai usaha dalam bidang apapun, maka yang pertama kali harus diketahui adalah peluang pasar dan bagaimanan menggaet order.Bagaimana peluang pasar yang hendak kita masuki dalam bisnis kita dan bagaimana cara memperoleh order tersebut. Yang kedua adalah kita harus mampu menganalisa keunggulan dan kelemahan pesaing kita dan sejauh mana kemampuan kita untuk bersaing dengan mereka baik dari sisi harga, pelayanan maupun kualitas. Yang ketiga adalah persiapkan mental dan keberanian memulai. Singkirkan hambatan psikologis rasa malu, takut gagal dan perang batin antara berkeinginan dan keraguan. Jangan lupa harus siap menghadapi resiko, dimana resiko bisnis adalah untung atau rugi. Semakin besar untungnya maka resikonya pun semakin besar. Yang terpenting adalah berani mencoba dan memulai.Lebih baik mencoba tetapi gagal daripada gagal mencoba.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Defenisi Apotek
Berikut
adalah beberapa definisi apotek :
- Menurut PP No. 26 tahun 1965 tentang apotek Pasal 1. Yang dimaksud dengan apotik dalam Peraturan Pemerintah ini ialah suatu tempat tertentu, dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian.
- Menurut UU No. 41 tahun 90 pasal 1 ayat 2, apotek adalah tempat dilakukannya pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
- Menurut PERMENKES RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
- Menurut KEPMENKES RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan Farmasi, perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat.
- Menurut Kepmenkes RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan Farmasi, perbekalan Kesehatan lainnya kpd masyarakat.
- Menurut Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
- Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian pasal 1 ayat 3 apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
2.2
Peraturan Perundangan-undangan di apotek.
Peraturan
perundang-undangan perapotekan di Indonesia telah beberapa kali mengalami
perubahan. Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.26
tahun 1965 tentang pengelolaan dan perizinan Apotek, kemudian
disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980, beserta petunjuk
pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.26. tahun 1981 dan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No.178 tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan
apotek. Peraturan yang terakhir berlaku sampai sekarang adalah Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian yang
memberikan beberapa keleluasaan kepada apotek untuk dapat meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal.
Ketentuan-ketentuan
umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 adalah sebagai berikut:
- Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
- Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
- Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
- Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
- Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap tenaga kefarmasian yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
- Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
- Surat Tanda Registrasi Apoteker Khusus, yang selanjutnya disingkat STRA Khusus adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
- Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
- Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
- Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
- Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
Dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, Apoteker Pengelola Apotek dibantu
oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Kerja. Keputusan Menteri
Kesehatan No. 679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan registrasi dan izin kerja
Asisten Apoteker :
·
Asisten
Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten Apoteker atau
Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan
Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
·
Surat
Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang diberikan
kepada pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah
Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan,
Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan
Politeknik Kesehatan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker.
·
Surat
Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepadapemegang Surat
Izin Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian disarana
kefarmasian.
·
Sarana
Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
antara lain Industri Farmasi termasuk obat Tradisional dan kosmetika, Instalasi
Farmasi, Apotek, dan toko obat. (Anonim, Izin Kerja Asisten Apoteker, 2003)
2.3
Pelayanan Resep
Dalam
perundang – undangan pelayanan resep di atur dalam:
- Permenkes Nomor 278/279/280/MenKes/SK/V/1981 yang berbunyi Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan, Salinan resep harus ditanda-tangani atau diparaf oleh Apoteker, Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotik dalam jangka waktu 3 tahun.
- Permenkes Nomor 922/MenKes/Per/X/1993 yang berbunyi Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan, APA/Apoteker pendamping atau Apoteker pengganti diizinkan menjual Obat Keras yang dinyatakan sebagai sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa resep, Salinan resep harus ditanda-tangani atau diparaf oleh Apoteker
- Permenkes Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 yang berbunyi Skrining resep, Penyiapan obat (Peracikan, Etiket, Kemasan obat, Penyerahan obat, Informasi obat, Konseling, MonitoringPenggunaan).
2.4
Penyimpanan Resep
`Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
704/Ph/63/b Tgl. 14/2/63 mengatakan bahwa penyimpanan resep disimpan selama 3
tahun berdasarkan nomor urut dan tanggal pembuatan. Pemusnahan resep hanya
boleh dengan jalan pembakaran Pemusnahan dengan membuat BAP.
2.5
Pengelolaan Khusus
Pengelolahan khusus di apotek meliputi pengelolahan
Narkotika, Psikotropika dan Jarum Suntik
a. Narkotika
- Resep, Salinan Resep Narkotika (SE Dirjen POM 336/E/SE/1977)
- Tempat Penyimpanan Narkotika (Permenkes 28/Menkes/Per/I/1978)
- Pemusnahan Narkotika (Permenkes 28/Menkes/Per/I/1978)
b.
Psikotropika
- Pelaporan (UU 5/1997. Permenkes688/Menkes/Per/VII/1997.
- Permenkes 912/Menkes/Per/VIII/1997)
c.
Jarum Suntik
- (Permenkes 229/Menkes/Per/VII/1978)
2.6
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan apotek di atur dalam keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002. Yang berbunyi pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan apotik dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, Dinas
Kesehatan, dan Badan POM. Pembinaan terhadap apotik dilaksanakan secara
berjenjang dari tingkat Pusat sampai dengan Daerah, atas petunjuk teknis
Menteri.
2.7
Sanksi
Sanksi
yang diberikan kepada apotek bila melanggar undang – undang yaitu :
1. Sanksi administrative
Sanksi administraif diatur dalam
keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002.
a. Kadinkes
Kabupaten/kota dapat mencabut ijin bila ;
1) Apoteker sudah
tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pada Pasal 5 dan/atau;
2) Apoteker tidak
memenuhi kewajiban dimaksud dalam pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2) dan/atau;
3) APA terkena
ketentuan dimaksud dalam Pasal 19 ayat 5) dan/atau;
4) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan perUU, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau;
4) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan perUU, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau;
5) SIK APA dicabut
dan/atau;
6) PSA terbukti
terlibat dalam pelanggaran perUU bidang obat dan/atau;
7) Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6
7) Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6
b.
Kadinkes kabupaten/kota sebelum melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud
ayat (1) berkoordinasi dengan kepala Balai POM setempat.
Pasal 11 ayat (1);
Pasal 11 ayat (1);
Dengan
tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam KUHP dan perUU lain, maka
terhadap kesehatan dapat dilakukan tindakan – tindakan administrati di dalam
hal sebagai berikut;
1) Melalaikan
kewajiban
2) Melakukan suatu
hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik
mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
3) Mengabaikan
sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
4) Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan UU ini.
4) Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan UU ini.
2.
Sanksi Pidana
a. UU No. 1/1946
tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP).
b. UU No. 36/2009
tentang Kesehatan.
c. UU No. 5/1997
tentang Psikotropika.
d. UU No. 35/2009
tentang Narkotika.
e. UU No. 8/1999
tentang Perlindungan Konsumen.
f. PP No. 72/1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
2.8 Pendirian
Apotek
Sebelum apotek didirikan, terlebih
dahulu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Surat
Keterangan Izin Tempat Usaha/HO (Hinder Ordonantie) dari Biro Perekonomian di Pemerintah Daerah
Kabupaten harus dimiliki terlebih dahulu, kemudian diperoleh SIUP (Surat Izin
Usaha Perdagangan) dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian, setelah itu
dapat diperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang diajukan pemilik sarana ke
kantor pajak dan SIA untuk apotek dan apoteker.
2. Persyaratan fisik: bangunan
(termasuk IMB dan status tanah), etalase dan furniture, alat meracik
obat dan buku-buku standar. Secara teknis, lantai, ventilasi, serta sanitasi
harus memenuhi persyaratan higienis dan penerangan yang cukup. Bangunan
setidaknya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, gudang dan tempat
pencucian.
3. Perbekalan farmasi terutama obat,
sekurang-kurangnya 75% dari Obat Generik sesuai dengan Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) untuk rumah sakit tipe C.
4. Perlengkapan
Perlengkapan yang tersedia di apotek antara lain:
a.
Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan:
1)
Timbangan miligam dan gram dengan anak
timbangan yang sudah ditara minimal 1 set.
2)
Timbangan gram dengan anak timbangan
yang sudah ditara minimal 1 set.
3)
Perlengkapan lain sesuai kebutuhan.
b.
Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan:
1)
Lemari dan rak penyimpanan obat, jumlah
sesuai kebutuhan.
2)
Lemari
pendingin minimal 1 buah
3)
Lemari untuk penyimpanan narkotika dan
psikotropika jumlah sesuai kebutuhan.
c.
Wadah pengemas dan pembungkus :
1) Etiket
2) Wadah pengemas dan
pembungkus untuk penyerahan obat
d.
Alat administrasi:
1) Blanko pesanan obat,
narkotika dan psikotropika
2)
Blanko kartu stok obat
3) Blanko salinan resep,
faktur, nota penjualan, dan kuitansi
4) Buku pembelian,
penerimaan, penjualan, pengiriman obat
5) Buku pencatatan obat
narkotika dan psikotropika
6) Buku pesanan obat narkotika
dan psikotropika
7) Formulir laporan obat
narkotika dan psikotropika
e.
Buku-buku standar yang diwajibkan, Farmakope Indonesia edisi terbaru 1 buah,
serta buku lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal POM.
f.
Kumpulan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan pada Apotek
5. Setiap Apotek
harus memasang papan nama pada bagian muka apotek, dengan ukuran minimal panjang
60 cm dan lebar 40 cm, dengan tulisan hitam di atas dasar putih. Tinggi
huruf minimal 5 cm, dan tebal 5 cm. Papan nama apotek memuat, nama Apotek, nama
APA, nomor surat izin Apotek, alamat dan nomor Apotek.
6. Perbekalan Apotek
Perbekalan
Apotek meliputi obat, bahan obat, kosmetika dan alat kesehatan. Obat
sekurang-kurangnya (75%) terdiri dari obat generik sesuai dengan Daftar Obat
Essensial Nasional (DOEN) Rumah Sakit tipe C.
7. Kelengkapan
bangunan dan teknis Apotek lainnya:
a.
Sumber air harus memenuhi persyaratan
kesehatan.
b.
Penerangan harus cukup terang sehingga
dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.
c.
Alat pemadam kebakaran, harus berfungsi
dengan baik sekurang-kurangnya dua buah.
d.
Ventilasi yang baik.
e.
Sanitasi harus baik
Berdasarkan
Kepmenkes RI No. 1332 tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin
Apotek pasal 4 (2) bahwa wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan oleh
Menteri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan pada pasal 7
proses pemberian izin apotek sebagai berikut :
1.
Permohonan Ijin Apotek diajukan
apoteker kepada Kepala Dinas Kesehatan (DinKes) Kabupaten/Kota setempat (Form
Apt-1).
2.
Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima permohonan (Form Apt-1) dapat
meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan
setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan (Form Apt-2).
3.
Tim Dinkes Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis
dari Kepala DinKes Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan kepada DinKes
Kabupaten/Kota (Form Apt-3).
4.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam nomor 2 dan 3 tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat
surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala DinKes Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi (Form Apt-4).
5.
Dalam jangka waktu 12 hari kerja
setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor 3, atau
pernyataan yang dimaksud nomor 4, Kepala DinKes Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat Ijin Apotek (Form Apt-5).
6.
Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinkes
Kabuapaten/Kota atau Kepala Balai POM yang dimaksud nomor 3 masih belum
memenuhi persyaratan, Kepala DinKes Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan (Form Apt-6).
7.
Terhadap surat penundaan sebagaimana
dimaksud nomor 6, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang
belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal
penundaan (Anonim, 2002).
Dalam peraturan
Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993 pasal 8 yang tidak mengalami
perubahan, dijelaskan :
1. Dalam hal
apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib
didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dengan pemilik sarana.
2. Pemilik sarana
dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam
pelanggran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan
dalam pernyataan yang bersangkutan.
Tata cara
pemberian ijin apotek sesuai dengan Kepmenkes RI No.
1332/MenKes/SK/X/2002 terdapat dalam Gambar 1.
Berdasarkan atas Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
32/Menkes/SK/X/2002 pasal 9 terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak
memenuhi persyaratan dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi apotek
tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib
mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya (Anonim, 2002).
Lampiran KepMenKes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 mencantumkan
syarat-syarat administrasi yang harus dilampirkan dalam permohonan izin apotek
adalah sebagai berikut :
1.
Salinan/fotokopi Surat Izin Kerja
Apoteker
2.
Salinan/fotokopi KTP.
3.
Salinan/fotokopi denah bangunan.
4.
Surat yang menyatakan status bangunan
dalam bentuk akta hak milik/ sewa/ kontrak.
5.
Daftar asisten apoteker dengan
mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus, dan nomor surat izin kerja.
6.
Asli dan salinan/fotokopi daftar terperinci
alat perlengkapan apotek.
7.
Surat pernyataan dari apoteker
pengelola apotek bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi dan tidak
menjadi apoteker pengelola apotek di apotek lain.
8.
Asli dan salinan/fotokopi surat izin
atasan bagi pemohon pegawai negeri, anggota ABRI, dan pegawai instansi
pemerintahan lainnya.
9.
Akte perjanjian kerjasama apoteker
pengelola apotek dengan pemilik sarana apotek.
10.
Surat pernyataan pemilik sarana tidak
terlibat pelanggaran peraturan perundangan di bidang apotek.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.
1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut surat ijin apotek apabila :
a. Apoteker sudah
tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5 Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/MenKes/SK/X/2002.
b. Apoteker tidak
memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12 Keputusan Menteri Kesehatan No.
1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan :
1)
Apoteker berkewajiban menyediakan,
menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya
terjamin.
2)
Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal
tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan
cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.
c. Apoteker tidak
memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan apoteker tidak diijinkan untuk
mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten.
d. Apoteker
Pengelola Apotek terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat (5) Keputusan Menteri Kesehatan No.
1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan apabila Apoteker Pengelola Apotek
berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, Surat
Ijin Apotek atas nama apoteker bersangkutan dicabut.
e. Terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 yaitu pelanggaran terhadap Undang-Undang no 22 tahun
1997 tentang Narkotika, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 serta ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang terjadi di apotek dapat dikenakan
sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
f. Surat Ijin
Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
g. Pemilik Sarana
Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.
h. Apotek tidak
lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6 Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1332/MenKes/SK/X/2002
BAB III
PERENCANAAN PENDIRIAN APOTEK
3.1 Profil dan Deskripsi perencanaan Apotek
Nama
Apotek
|
:
|
Apotek
Sobat Kita Farma
|
Alamat
|
:
|
Jl.
Nusa indah Bengkulu
|
Apotek
Pengelola Apotek (APA)
|
||
-
Nama
|
:
|
Mutia
Afdhalita, S.Farm., Apt.
|
-
Alamat
|
:
|
Jl.
Merapi No. 5, RT 03 RW IX
Bengkulu
|
Pemilik
Sarana Apotek (PSA)
|
||
-
Nama
|
:
|
|
-
Alamat
|
:
|
Jl.
Nusa indah Bengkulu
|
Logo Apotek
3.2
Denah Ruangan
Denah ruangan Apotek Bina Farma merupakan gambaran riil
tentang pembagian ruangan di Apotek Sobat kita Farma.
3.3
Denah Lokasi
Denah lokasi Apotek merupakan gambaran letak Apotek Sobat
kita Farma yang disertai dengan keterangan Apotek terdekat.
3.4 Sarana dan Prasarana
a.
Bangunan
Apotek
1.
Luas bangunan apotek yaitu 30 X 30 m kubik.
2.
Bangunan
Apotek terdiri dari : ruang pelayanan, ruang
tunggu, ruang peracikan yang dilengkapi dengan tempat pencucian
alat-alat, ruang penyimpanan obat, ruang kerja apoteker, gudang, tempat
administrasi, kamar mandi, toilet dan tempat parkir.
3.
Bangunan
dilengkapi dengan penerangan, sumber air, ventilasi, dan sanitasi yang baik,
tempat sampah dan Alat
pemadam kebakaran
4.
Papan
nama terdiri dari nama Apotek dan papan nama Apoteker Pengelola Apotek, dan
nomor SIA terpasang dengan jelas
b.
Perlengkapan
1.
Alat
pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, Mortir, gelas ukur
2.
perlengkapan
dan alat penyimpatan serta perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari
pendingin.
3.
Tempat
penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.
4.
Wadah
pengemas dan pembungkus , etiket dan plastic pengemas
5.
Buku
standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.
6.
Alat
administrasi , blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, salinan resep, kartu
stok, buku pesanan narkotik, dan blanko nota penjualan
c.
Perbekalan
Farmasi
Obat yang akan disediakan
diapotek tersbut yaitu obat wajib apotek, obat bebas, obat resep generik, dan
obat resep paten
d. Kelengkapan buku pedoman
Buku standar apotek yang wajib :
1.
Farmakope
Indonesia edisi terakhir
2.
Kumpulan
peraturan / UU
Buku
lainnya :
1.
IMMS,
ISO edisi terbaru
2.
Pharmakologi
dan terapi
3.4 Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk dapat mengelola sebuah apotek diperlukan tenaga kerja
yang sesuai di bidang, oleh karenanya diperlukan pengelolaan SDM yang efektif
dan efisien sehingga tujuan apotek dapat tercapai. Apotek Sobat kita Farma merekrut
karyawan sebagai berikut :
Apoteker 1 orang
Apoteker
Pendamping 1 orang
Asisten
Apoteker (AA) 2 orang
Tenaga
Administrasi 1 orang
Tenaga
Umum 2 orang
Pengrekrutan
karyawan dilakukan sesuai kebutuhan dan perkembangan apotek ke depan, untuk
tahun pertama jumlah karyawan sebanyak 5 orang yaitu : seorang apoteker,
seorang apoteker pendamping, seorang tenaga administrasi/ keuangan dan 2 orang
asisten apoteker.
Apotek
Sobat kita Farma buka setiap hari kerja (Hari libur nasional tutup) buka mulai
06.30-21.00 wib.
Pembagian
tugas karyawan sebagai berikut :
Pagi
:
06.30 - 14.00
Sore
: 14.00 - 21.00
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN
NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN
IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
Ketentuan umum
• Pekerjaan
kefarmasian: pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
• Tenaga kefarmasian:
tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
• Apoteker: Sarjana
Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker.
• Tenaga Teknis Kefarmasian:
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
• Sertifikat kompetensi profesi
adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat
menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.
• Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap
tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat kompetensi
dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk
menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
• Registrasi ulang
adalah pencatatan ulang terhadap tenaga kefarmasian yang telah diregistrasi setelah
memenuhi persyaratan yang berlaku.
• Surat Tanda Registrasi
Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
• Surat Tanda Registrasi
Apoteker Khusus, yang selanjutnya disingkat STRA Khusus adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker warga negara asing lulusan
luar negeri yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
• Surat Tanda Registrasi
Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat STRTTK adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
• Surat Izin Praktik Apoteker,
yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada
Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian.
• Surat Izin Kerja Apoteker,
yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
• Surat Izin Kerja Tenaga
Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
• Komite Farmasi Nasional,
yang selanjutnya disingkat KFN adalah lembaga yang dibentuk oleh Menteri
Kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan mutu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
• Organisasi profesi adalah organisasi
tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.
• Direktur Jenderal adalah Direktur
Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
• Menteri adalah Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
REGISTRASI
• Setiap tenaga kefarmasian yang
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.
• Surat tanda registrasi berupa:
– a. STRA bagi
Apoteker; dan
– b. STRTTK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian.
• STRA dan STRTTK
dikeluarkan oleh Menteri.
• Menteri
mendelegasikan pemberian:
– a. STRA kepada
KFN; dan
– b. STRTTK kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
• STRA dan
STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama
memenuhi persyaratan.
•
Untuk
memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a)
memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b)
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik;
c)
memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,
atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
d)
membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
Tata Cara Memperoleh
Surat Tanda Registrasi TTK
Surat Tanda Registrasi TTK
• Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis
Kefarmasian harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi
dengan menggunakan contoh Formulir 4 terlampir.
• Surat permohonan STRTTK
harus melampirkan:
– a. fotokopi
ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
– b. surat
keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
– c. surat
pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
– d. surat
rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan
institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
– e. pas foto
terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar.
• Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus
menerbitkan STRTTK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan Formulir 5 terlampir.
Registrasi Ulang
• Registrasi ulang
dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau Pasal 14 (
sama mencari baru) dengan melampirkan surat tanda registrasi yang lama.
• Registrasi ulang harus
dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA atau STRTTK habis masa berlakunya
Pencabutan STRA dan STRTTK
• STRA atau
STRTTK dapat dicabut karena:
– a. permohonan
yang bersangkutan;
– b. pemilik STRA
atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat
keterangan dokter;
– c. melakukan
pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau
– d. melakukan
pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan
pengadilan.
• Pencabutan STRA disampaikan kepada
pemilik STRA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi.
• Pencabutan STRTTK disampaikan kepada
pemilik STRTTK dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
dan organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tata Cara Memperoleh SIKTTK
• Untuk memperoleh
SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan
menggunakan Formulir 9 terlampir.
• Permohonan SIKTTK
harus melampirkan:
– a. fotokopi
STRTTK;
– b. surat pernyataan
Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;
– c. surat
rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
– d. pas foto
berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar.
• Dalam
mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan secara tegas permintaan SIKTTK
untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.
• Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan
menggunakan Formulir 10
terlampir.
Pencabutan SIPA, SIKA, SIKTTK
• Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK karena:
– a. atas
permintaan yang bersangkutan;
– b. STRA
atau STRTTK tidak berlaku lagi;
– c. yang
bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin;
– d. yang
bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan
dokter;
– e. melakukan
pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN; atau
– f. melakukan
pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan
pengadilan.
• Pencabutan
dikirimkan kepada pemilik SIPA, SIKA, atau SIKTTK dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi atau
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pelaporan
• Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian SIPA, SIKA, dan SIKTTK
serta pencabutannya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.
• Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi wajib melaporkan rekapitulasi pemberian SIPA, SIKA, dan SIKTTK serta
pencabutannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar